BAB
I PENDAHULUAN
1.2.
Latar Belakang Masalah
Bir
Bintang merupakan salah minuman beralkohol yang telah lama dikenal masyarakat
Indonesia. Bir masuk pertama kali ke Indonesia ketika perusahaan Belanda
membuka pabrik di Medan yang bernama NV Nederlandsch Indische Bierbrouwerijen
dan mengeluarkan produk yang bernama Java Bier. Selanjutnya perusahaan
mengalami beberapa kali perubahan nama dan sejak tahun 1981 dikenal dengan nama
PT MULTI BINTANG INDONESIA, Tbk. (PT MBI). Saat ini PT MBI merupakan penghasil
bir terkemuka di Indonesia yang memproduksi dan memasarkan serangkaian produk
terkenal misalnya Bir Bintang, Heineken, Guinness Stout, Green Sands dan
Bintang Zero.
Walaupun
PT MBI ini menjadi market leader untuk pasar Indonesia tetapi dalam memasarkan
minuman beralkohol ini, PT MBI menemui banyak kendala. Salah satunya karena
adanya peningkatan harga bahan baku yang memaksa produsen bir menaikan harga
jual produknya, yang tidak secara langsung juga berakibat pada menurunnya
permintaan akan produk bir. Produk minuman beralkohol juga dikenakan cukai Rp 2.300/liter
dan pajak barang mewah (luxucury tax) sebesar 40% . Kendala lainnya adalah
karena PT MBI beroperasi di negara yang 85% penduduknya beragama islam,
sehingga pihak perusahaan sulit meningkatkan penjualan bir yang masuk kategori
haram dan dilarang dalam hukum islam. Tak mengherankan, pasar bir pun mengambil
porsi yang sngat kecil dari total pasar minuman di Indonesia. Tingkat konsumsi
bir per kapita di Indonesia hanya sebesar 0,6 liter/tahun. Sebagai
perbandingan, negara jerman mengkonsumsi bir per kapita sebanyak 120
liter/tahun dan pasar bir Indonesia hanya sebesar 3% dari total pasar minuman.
Melihat
hal tersebut, pada akhir tahun 2002 PT MBI mencoba untuk menghilangkan
kandungan alkohol pada salah satu produknya yaitu Green Sand. Langkah yang di
tempuh oleh PT MBI ini menunjukkan keberhasilan yang berarti, terbukti dengan
naiknya angka penjualan produk sebesar 50% terhitung 1 tahun sejak hilangnya
alkohol dalam produk Green Sand.
Berdasarkan
atas kesuksesan yang diraih oleh Green Sand pada bulan juli 2004 PT MBI
meluncurkan produk barunya yakni Bintang Zero. Berbeda dengan pendahulunya (Bir
Bintang), Bir Bintang Zero hadir sebagai kategori terkini yang dapat di nikmati
oleh berbagai kalangan terutama remaja dewasa (20-35 tahun). Bintang Zero
adalah minuman malt bebas alkohol pertama di Indonesia dan minuman ini dijamin
tidak mengandung alkohol, karena dibuat tanpa melalui proses fermentasi.
Menjadi
yang pertama dalam suatu hal merupakan suatu diferensiasi (Trout dan Rivkin,
2001:62). Atribut bebas alkohol yang melekat pada Bir Bintang Zero menjadi faktor
pembeda Bintang Zero telah berhasil
menawarkan rasa yang berbeda (berdasarkan riset yang dilakukan pihak perusahaan,
didapati hasil bahwa masyarakat Indonesia ternyata kurang menyukai rasa bir).
Pada awal kemunculannya, Bintang Zero telah menguasai 63-64% pasar leger bir
(bir putih) dan memiliki pangsa pasar sebesar 5%. Namun demikian, akhir-akhir
ini penjualan Bintang Zero mengalami penurunan dan cenderung tidak laku di
pasaran. Berdasarkan pengamatan penulis, Bintang Zero tidak lagi dijual di warung
atau kios kecil, melainkan hanya tersedia di supermarket dan di beberapa
minimarket saja.
Berdasarkan
gejala di atas, penulis melakukan preliminary research dengan melakukan pernah
mencoba Bintang Zero. Dari hasil wawancara tersebut didapat hasil bahwa
ternyata sebagian besar dari menunjukkan niat beli ulang yang rendah terhadap
produk Bintang Zero (hanya 5 orang saja yang masih mau membeli Bintang Zero).
Mereka menilai Bintang Zero memiliki rasa yang aneh dan tidak karuan (tidak
menyerupai bir dan juga bukan soft drink), serta tidak memiliki rasa yang
menyengat seperti bir lainnya (karena tidak adanya kandungan alkohol) sehingga
mereka lebih memilih minuman bir lainnya daripada Bintang Zero.
Penulis
melihat bahwa masalah utamanya terletak pada diferensiasi yang dilakukan
Bintang Zero. Pihak perusahaan melakukan diferensiasi dengan membuat bir yang
tidak mengandung alkohol sama sekali, dengan melihat adanya sekelompok orang
tertentu yang ingin minum bir tetapi juga tetap ingin sehat dan tidak melanggar
norma agama (bir tetap halal karena tidak mengandung alkohol). Bintang Zero
ditujukan kepada orang-orang (khususnya remaja dewasa) yang ingin mencoba bir
(peminum baru), tetapi mereka tetap ingin sehat, tidak mabuk, dan tidak
melanggar norma agama. Tetapi apa yang telah dilakukan perusahaan ternyata
justru tidak mendapat respon positif dari konsumen. Roy Goni, pengamat
pemasaran yang juga staf pengajar unika Atma Jaya berpendapat bahwa di negara
yang mayoritas penduduknya beragama islam seperti Indonesia, produk-produk yang
mengandung alkohol menjadi sulit berkembang. PT MBI juga mengalami kesulitan
yang serupa karena telah diasosiasikan sebagai produsen minuman beralkohol.
Menurut Shandika Pratama Putra, Brand Image “ Bintang ” masih dipersepsikan
negatif oleh konsumen. Bintang Zero masih diasosiasikan dengan merek Bintang
yang telah lama dipersepsikan sebagai minuman beralkohol (Bir).
Konsumen
juga masih ternyata tetap menginginkan bir yang mengandung alkohol dan memiliki
rasa layaknya bir. Diferensiasi yang dilakukan Bintang Zero tersebut tidak
menjadi suatu keistimewaan bagi konsumen. Suatu diferensiasi dikatakan baik
jika memberikan sesuatu yang unik dan bermakna bagi konsumen serta dapat
mempengaruhi persepsi konsumen untuk melakukan pembelian ulang terhadap suatu
produk (Kartajaya, 2005:121).
Berdasarkan
penjelasan diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul :
“ Analisis pengaruh persepsi konsumen atas diferensiasi Bintang Zero terhadap
niat beli ulang ”.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
Latar Belakang Penelitian diatas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana
persepsi konsumen atas diferensiasi Bintang Zero ?
2.
Bagaimana niat beli
ulang konsumen terhadap produk Bintang Zero ?
3.
Bagaimana pengaruh
persepsi konsumen atas diferensiasi Bintang Zero terhadap niat beli ulang ?
4.
Seberapa besar pengaruh
persepsi konsumen atas diferensiasi Bintang Zero terhadap niat beli ulang ?
1.3.
Tujuan Penelitian
Adapun Tujuan penelitian ini adalah
untuk :
1.
Mengetahui bagaimana
persepsi konsumen atas diferensiasi Bintang Zero
2.
Mengetahui bagaimana
niat beli ulang konsumen Bintang Zero
3.
Mengetahui bagaimana
pengaruh persepsi konsumen atas diferensiasi Bintang Zero terhadap niat beli
ulang
4.
Mengetahui seberapa besar
pengaruh persepsi konsumen atas diferensiasi Bintang Zero terhadap niat beli
ulang
BAB II Landasan Teori
2.1. Dalam menghadapi
kondisi persaingan yang semakin pesat di industri minuman, PT MBI melakukan
strategi diferensiasi dengan mengeluarkan bir Bintang Zero sebagai produk baru
dan berbeda dengan produk bir lainnya. Letak perbedaannya adalah sebagai bir
pertama di Indonesia yang bebas alkohol dan memiliki rasa yang khas. Kandungan
bebas alkohol inilah yang menjadi atribut penting dalam produk Bintang Zero.
Seperti yang dikatakan oleh Michael Porter (Kartajaya, 2005:128) “ A firm
differentiates itself from its competitors if it can be unique at something
that is valuable to buyers ”. diferensiasi produk adalah suatu proses
memanipulasi bauran pemasaran untuk menempatkan sebuah merk, sehingga para
konsumen dapat merasakan perbedaan yang berarti antara merk tersebut dengan
pesaingnya (John C. Mowen, 2002:55). Attributes
are the characteristic feature that an object may or may not have.
(Mowen and Minor, 1997:242) kandungan bebas alkohol dan rasa yang khas pada
bintang zero merupakan specific feature yang yang tidak dimiliki produk pesaing
sekaligus menjadi faktor pembeda yang penting.
Menurut Lon G.
Schiffman dan Leslie Kazar Kanuk (2002:158), “ Perception is defined as the
proces by which an individual select, organizes and interprets stimuli into a
meaningful and coherent picture of the world. ”
Persepsi akan membentuk
sikap dan sikap akan membentuk suatu perilaku. Persepsi merupakan suatu
pandangan seseorang terhadap sesuatu atau cara seseorang mengobservasi sesuatu.
Bila perbedaan yang unik dari suatu produk bermanfaat bagi konsumen, maka
konsumen akan mempunyai persepsi yang baik terhadap produk tersebut. Persepsi
yang baik tersebut tentunya dapat membentuk sikap yang positif terhadap produk
tersebut dan pada akhirnya muncul niat beli. Sikap merupakan cara seseorang
menanggapi sesuatu dari hasil pandangannya. Salah satu bentuk sikap adalah niat
beli konsumen dan kepuasan (Mowen dan Minor, 1997:219). Berdasarkan bagan
dibawah ini, dapat dijelaskan pada bahwa
umumnya pembeli melalui beberapa tahapan yaitu menyadari, mengetahui,
menyenangi memilih sebelum sampai pada suatu sikap yaitu berniat untuk membeli
dan pada akhirnya melakukan pembelian.
Gambar 1 – the
hierarchy of efext models
Sumber:
Philips Kotler, manajemen pemasaran edisi milenium 200:633
Bila
konsumen puas akan produk yang dibelinya, maka konsumen akan melakukan
pembelian ulang. Menurut Boulding (1993), Cronin dan Taylor (1992) dalam Ko
(1998a:438), kepuasan adalah keinginan untuk membeli lagi serta kemauan untuk
merekomendasikan kepada pihak-pihak lain.
Berdasarkan
hasil preliminary research, penulis menduga bahwa kandungan bebas alkohol dan
rasa yang khas pada Bintang Zero bukan menjadi pembeda yang berarti dan menarik
perhatian konsumen, sehingga mereka yang telah memberi produk Bintang Zero tidak
mau untuk melakukan pembelian ulang karena memiliki persepsi yang kurang baik
pada Bintang Zero.
Gambar
2 – conceptual model
2.2.
Hipotesis
Berdasarkan
uraian diatas maka penulis menarik hipotesis sebagai berikut : “ semakin buruk
persepsi konsumen akan diferensiasi yang dilakukan oleh Bintang Zero, maka akan
semakin rendah pula niat beli ulang konsumen pada produk Bintang Zero.”
BAB
III METODE PENELITIAN
3.1.
Metode dan Jenis Penelitian
Metode
yang digunakan adalah metode deskriptif untuk memperoleh gambaran mengenai
sesuatu yang terjadi dengan cara pengumpulan data, pengolahan data, dan analisa
secara kuantitatif yang akhirnya menarik kesimpulan berdasarkan hasil dari
pengolahan data.
Berdasarkan
tujuan yang ingin dicapai, penelitian ini merupakan applied research
(penelitian terapan), karena penelitian ini di arahkan untuk mendapatakan
informasi yang dapat digunakan untuk memecahkan sebuah masalah.
Penelitian
ini menggunakan rancangan survey, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari
suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang
pokok (Singarimbun dan Effendi, 1995:3). Penelitian survey ini digunakan dengan
maksud untuk menjelaskan hubungan antara variabel-variabel melalui pengujian
sebuah hipotesis sehingga disebut juga sebagai explanatory research atau
confirmatory research.
3.2.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik
pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
1. Field
research, yang dilakukan dengan menyebarkan kuesioner yang berisi
pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan persepsi konsumen akan
diferensiasi yang dilakukan Bintang Zero dan niat beli ulang. Jumlah kuesioner
yang di sebarkan berjumlah 400 buah. Kuesioner dibagikan kepada orang-orang
Yogyakarta yang telah mencoba Bintang Zero.
2. Literatur
Survey, yaitu studi kepustakaan yang dilakukan penulis dengan mempelajari
artikel, jurnal, buku-buku di perpustakaan yang berhubungan dengan teori dan
konsep dasar penelitian.
3.3.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi
penelitian ini adalah seluruh orang di kota Yogyakarta yang pernah mencoba
Bintang Zero. Berdasarkan metode survey, penulis mengambil data berdasarkan
sampel dari populasi tersebut. Karena ukuran populasi tidak dapat diketahui
dengan pasti, penulis menetapkan sampel sebanyak 384 buah. Jumlah ini penulis
ambil berdasarkan “ Table of determining the sampel size from of given
population ” yang diperoleh dari “ Research methods for business a skill
building approach ” (sekaran, 200:294), dimana ditunjukkan dalam tabel
tersebut, bahwa populasi dengan jumlah 1 juta ke atas jumlah sampelnya adalah
sebesar 384 buah.
Pengambilan
sampel dilakukan dengan menggunakan judgement sampling, dengan pertimbangan
dengan pertimbangan responden yang dipilih adalah yang telah mencoba Bintang
Zero. Karena judgement sampling merupakan cara pengambilan sampel yang
non-probalistik, maka penulis akan melakukan uji normalitas. Apabila sampel
berdistribusi maka ditarik kesimpulan bahwa sampel dapat mewakili populasi
(representative).
3.4.
Operasionalisasi Variabel
Variabel
1- Operasional Varibel X
Dimensi
|
Konsep
|
Indikator
|
Skala
|
Diferensiasi (X)
|
Segala sesuatu yang membedakan
suatu produk terhadap produk pesaingnya
|
||
Performance (X1)
|
Persepsi konsumen
|
·
Tingkat kepentingan
banyaknya foam atau busa pada bintang zero
·
Tingkat daya tarik
banyaknya foam atau busa pada bintang zero
·
Tingkat keunikan dari
rasa pada produk bintang zero
·
Tingkat kepentingan
fitur bebas alkohol dalam produk bintang zero
·
Tingkat daya tarik fitur
bebas alkohol dalam produk bintang zero
·
Tingkat keamanan
untuk di konsumsi dari kadar bebas alkohol
|
Interval
|
Style (X2)
|
Persepsi konsumen tentang style
Differentiation (kemasan) bintang zero
|
·
Tingkat keunikan
warna kemasan bintang zero (warna biru)
·
Tingkat daya tarik
tulisan bintang 0% pada leher kaleng bintang zero
·
Tingkat daya tarik
tulisan malt bebas alkohol pada bintang zero
|
Interval
|
Symbol (X3)
|
Persepsi konsumen tentang symbol
differentiation (warna logo dan slogan) bintang zero
|
·
Tingkat daya tarik
slogan bir bintang zero (100% bintang, Non alkohol)
·
Tingkat daya tarik
warna merah pada tulisan ZERO pada produk bintang zero (masih bagian dari
logo bintang zero)
|
Interval
|
Tabel
3.1 Variabel Y (Niat Beli)
Dimensi
|
Konsep
|
Indikator
|
Skala
|
Niat beli ulang
|
Niat konsumen untuk membeli bintang zero
|
Tingkat pencarian informasi bintang zero
|
Interval
|
Tingkat kecenderungan (preferences) konsumen untuk
hanya membeli bintang zero dibandingkan dengan Bir lain
|
Interval
|
||
Tingkat kepastian konsumen untuk merekomendasikan
bintang zero kepada orang lain
|
Interval
|
Pengukuran
variabel
Bentuk penilaian
terhadap jawaban kuesioner (untuk variabel X) di buat berdasarkan skala
semantic differential. Skala ini terdiri dari pasangan kata sifat yang
berlawanan. Adapun cara penilaiannya sebagai berikut:
(polar)
-----;-----;-----;-----;-----; (polar)
A1
(1) (2) (3)
(4) (5) A2
Keterangan:
1= Sangat A1
2= A1
3= Biasa
saja/Netral, tidak A1 maupun A2
4= A2
5= Sangat A2
Sedangkan bentuk
penilaian terhadap jawaban kuesioner (untuk variabel Y) dibuat mengacu pada The
Likert Scale, dimana sebuah item memiliki 5 jawaban yang menunjukan derajat
tertentu. Cara penilaiannya adalah:
1 = jawaban pasti tidak
2 = jawaban
mungkin tidak
3 = jawaban
netral, mungkin ya mungkin tidak
4 = jawaban
mungkin ya
5 = jawaban
pasti ya
Objek penelitian
1.
Unit analisis
Unit
yang dianalisis dalam penelitian ini adalah Mahasiswa di kota Yogyakarta yang
pernah minum bintang zero
2.
Profil perusahaan
NV
Nederlands Indische Bierbrouwerijen pertama kali berdiri pada tahun1929 di
Medan dan memiliki tempat pengolahan bir di Surabaya. Pada tahun 1936 Heineken
Nederlands Indische Bierbrouwerijen Maatschappij.
Selanjutnya
perseroan mengalami beberapa kali perubahan nama, sejak tahun 1981 di kenal
dengan nama PT Multi Bintang Indonesia Tbk. (PT MBI), dan terdaftar di bursa
efek Jakarta dan Surabaya pada bulan desember tahun yang sama.
Saat
ini PT MBI merupakan penghasil bir terkemuka di Indonesia, yang memproduksi
atau memasarkan serangkaian produk terkenal seperti bir bintang Heineken,
Guiness Stout dan Green Sands. Pada tahun 2004 telah di luncurkan produk
bintang zero (sumber: http://www.multibintang.co.id/)
No comments:
Post a Comment